Segala
puji hanya bagi Allah, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan
kepada baginda Rasulullah, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang
berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada
sekutu bagiNya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
utusanNya.. Amma Ba’du.
Di
antara anugrah Allah kepada hambaNya adalah kelezatan dalam beribadah,
yang aku maksudkan adalah apa yang dirasakan oleh seorang muslim dari
ketenangan jiwa dan kebahagian kalbu, lapang dada dalam menjalankan
beribadah, dan kelezatan yang dirasakan oleh seorang hamba akan
berbeda-beda tergantung pada kekuatan dan kelemahan iman seseorang.
Allah SWT berfirman:
مَنْ
عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم
بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
Barang
siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan”. QS. Al-Nahl: 97
Seyogyanya
bagi seorang muslim untuk berusaha semaksimal mungkian agar dirinya
bisa merasakan kelezatan dalam beribadah. Nabi saw bersabda kepada
Bilal: “Bangkitlah wahai Bilal dan tenangkanlah kita dengan shalat”,
karena beliau merasakan kelezatan dan kebahagian hati yang tinggi
padanya, dan Nabi saw memanjangkan shalat malam sebagai bukti atas yang
dirasakannya berupa ketenangan dan kebahagiaan bermunajat kepada Allah.
Dan kebenaran perkara ini telah disebutkan di dalam firman Allah swt.
Allah swt berfirman:
وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ
Dan
mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan)
salat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi
orang-orang yang khusyuk”, QS. Al-Baqarah: 45
Dan
Mu’adz bin Jabal menangis pada saat kematiannya dan ditanyakan
kepadanya perihal tersebut, dia menjawab: Aku hanya menangis karena akan
meninggalkan kehausan saat meninggalkan kelezatan makanan dan berkumpul
besama para ulama pada halaqah-halaqah zikir.
Ibnu
Taimiyah rahimhullah berkata: Sesungguhnya di dalam dunia ini ada surga
di mana jika seseorang tidak memasukinya maka dia tidak akan bisa
memasuki surga akherat”.[1]
Seorang
ulama salaf berkata: Orang-orang miskin penghuni dunia adalah orang
yang keluar meninggalkan dunia sementara dia tidak merasakan kelezatan
apa yang ada padanya, dikatakan kepadanya: Apakah yang paling lezat di
dunia ini?. Dia menjawab: Mencintai Allah dan mengenalNya serta
berdzikir kepadaNya atau yang serupa dengannya”.[2]
Dan Nabi saw menjelaskan bahwa ketaatan itu memiliki kelezatan yang bisa dirasakan oleh orang yang beriman.
Dari
Anas ra bahwa Nabi saw bersabda: Tiga perkara yang apabila terdapat
pada seseorang maka dia akan merasakan manisnya keimanan: Allah dan
RasulNya lebih dicintainya dari selain keduanya, tidak mencintai
seseorang kecuali karena Allah dan benci kembali kepada keburukan sama
seperti kebencian dirinya dicapakkan ke dalam api neraka”.[3]
Di
dalam sebuah riwayat disebutkan: Orang yang dicampakkan ke dalam api
lebih disukainya daripada kembali kepada Yahudi atau Nashrani”.[4]
Di antara cara meraih kelezatan di dalam beribadah adalah:
1.
Berusaha semaksimal mungkin untuk selalu taat kepada Allah sehingga dia
terbiasa dan senang dengannya. Terkadang jiwa ini menjauh pada
permulaan langkah mengawali usaha namun jika dia tetap telaten
mengencangkan lengan bajunya, dan dia memiliki keinginan yang tinggi
maka dia insyallah akan mendapatkannya. Maka urusan ini menuntut
kesabaran dan kekuatan menanggung derita. Allah swt berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اصْبِرُواْ وَصَابِرُواْ وَرَابِطُواْ وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai
orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu
dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah
kepada Allah supaya kamu beruntung. QS. Ali Imron: 200.
Allah swt berfirman:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَّحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
Dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu
dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami lah yang
memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang
yang bertakwa. QS. Thaha: 132
Dari
Fudholah bin Ubaidillah ra bahwa Nabi saw bersabda: Mujahid yang
sebenarnya adalah orang yang berjihad melan hawa nafsunya karena
Allah”.[5]
Seorang
ulama salaf berkata: Aku senantiasa mengarahkan jiwaku agar beribadah
kepada Allah padahal dia menangis dan mengeluh, sehingga aku tetap
mengarahkannya sementara dia telah tersenyum (menikmati ibadah).
Ibnu
R ajab berkata: Ketahuilah bahwa jiwamu itu bagai tungganganmu,
jika dia mengetahui dirimu sedang bersemangat maka diapun bersemangat
dan jika dia mengetahui bahwa dirimu sedang merasakan kemalasan maka dia
menuntut darimu dan meminta bagian istirahat memenuhi syahwat”.[6]
Seorang penyair berkata:
Aku akan menundukkan kesulitan dengan mudah atau asaku tercapai
Sebab tidaklah angan-angan itu tunduk kecuali kepada orang yang sabar
Kedua:
Menjauhi dosa baik yang kecil atau besar. Sesungguhnya kemaksiatan
adalah dinding yang menghalangi seseorang merasakan kelezatan beribadah,
karena dia melahirkan kekerasan hati, kekasaran dan kegersangan jiwa.
Sebagian ulama salaf berkata: Allah tidak menghantam seseorang dengan
siksa yang lebih besar dari pada hati yang kasar”.
Ibnul
Qoyyim rahimullah berakata: Setiap kali dosa-dosa menumpuk maka
kegelisahan akan meningkat, dan kehidupan yang paling pahit adalah
kehidupan orang yang dihantui rasa gelisah dan takut dan hidup yang
paling indah adalah kehidupan orang yang tenang, seandainya orang yang
berakal melihat dan membandingkan kelezatan bermaksiat, dan apa-apa yang
diakibatkannya dari rasa takut dan gelisah, maka di sanalah dia
menyadari keburukan keadaannya dan ketertipuannya, yaitu pada saat
seseorang telah menggadai ketanangan kemanan dan kemanisan beribadah
dengan kegelisahan maksiat dan apa-apa yang dilahirkannya dari sifat
rasa takut dan bahaya yang diakibatkannya”.[7]
Syaikhul
Islam rahimhullah berkata: Jika engkau tidak mendapatkan suatu
pekerjaan tidak mendatangkan ketenangan di dalam hatimu dan kelapangan
bagi dadamu maka hendaklah engkau mewaspadainya, sebab Allah Ta’ala
adalah Tuhan Yang Maha Bersyukur, yaitu Dia pasti memberikan balasan
bagi amal hambaNya yang telah dikerjakannya di dunia memberikan rasa
lezat di dalam hatinya, kekuatan dan kelapangan serta kesenangan dan
jika dia tidak mendapatkan hal tersebut berarti amal itu telah bercampur
dengan sesuatu yang lain”.[8]
Supyan ATsauri berkata: Aku tercegah mengerjakan bangun malam akibat suatu dosa yang pernah aku lakukan”.[9]
Wuhaib
bin Al-Ward ditanya: kapankah seseorang kehilangan kelezatan
beribadah?. Apabila dia terjerembab dalam kemaksiatan atau setelah dia
selesai menjalankannya?. Dia menjawab: Seseorang akan kehilangan
lezatnya beribadah pada saat dia ingin melakukan maksiat.
Ketiga:
Meninggalkan makanan, minuman dan pembicaran serta pandangan yang
berlebihan, maka cukup bagi seorang muslim untuk memakan makanan dan
meminum minuman yang bisa membantunya menunaikan ibadah dan amalnya,
maka janganlah dia makan dan minum secara berlebihan. Allah swt
berfirman:
وكُلُواْ وَاشْرَبُواْ وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“…makan
dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. QS. Al-A’raf: 31
Dari
Miqdad bin Ma’di Kari ra bahwa Nabi saw bersabda: Tidaklah seorang anak
Adam mengisi sebuah bejana yang lebih buruk dari perutnya, maka cukup
bagi anak Adam beberapa suap untuk menegakkan tulang punggungnya, namun
jika hal itu mesti dilakukan maka hendaklah dia mengisi sepertiga untuk
makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga lagi untuk
nafasnya”.[10]
Seorang
ulama salaf berkata: Ketenangan hati pada sedikitnya dosa dan
ketenangan perut pada sedikitnya makanan dan ketenangan lisa pada
sedikitnya berbicara. Dan aku mengakhiri dengan perakataan Ibnul Qoyyim
rahimhullah di mana berkata: Janganlah engkau menyangka bahwa firman
Allah yang mengatakan:
إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ وَإِنَّ الْفُجَّارَ لَفِي جَحِيمٍ
Sesungguhnya
orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang
penuh kenikmatan, dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar
berada dalam neraka. QS. Al-Infithar: 13-14)) khusus terjadi pada hari
kebangkitan semata, namun mereka mendapat kenikmatan pada tidak fase
kehidupan dan mereka yang lain mendapat siksa neraka jahim pada tiga
fase kehidupan, kelezatan dan kenikmatan apakah di dunia ini selain
baiknya hati dan kelapangan dada, ma’rifat kepada Allah serta
mencintaiNya dan beramal sesuai dengan apa yang dikehendakiNya, dan
bukankah kehidupan yang sebenarnya itu kecuali kehidupan hati yang
sehat? Allah swt telah memuji Nabi Ibrahim alaihis salam karena hatinya
yang selamat. Allah swt berfirman:
وَإِنَّ مِن شِيعَتِهِ لَإِبْرَاهِيمَ إِذْ جَاء رَبَّهُ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
Dan
sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (Nuh). (Ingatlah)
ketika ia datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci. QS.
Al-Shoffat: 83-84
Allah menceritakan tentang hati di dalam firmanNya:
يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَإِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
(yaitu)
di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali
orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih, QS.
Al-Syu’ara’: 88-89
Dan
hati yang selamat adalah hati yang selamat dari kesyirikan, rasa
dengki, hasad, iri, pelit, sombong dan ambisi terhadap dunia dan
jabatan. Dia selamat dari segala bencana yang menjauhkannya dari Allah,
dan selamat dari segala syubhat yang bertenentangan dengan apa
diberitakan olehNya, dan selamat dari syahwat yang melawan perintahNya,
selamat dari segala keinginan yang menyaingi kehendakNya, selamat dari
segala sesuatu yang memutusakannya dari Allah, hati yang selamat ini
berada dalam surga yang disegerakan di dunia ini, mendapat kenikmatan di
dalam alam Barzakh dan kenikmatan pada hari pembalasan”.[11]
Keempat:
Hendaklah seorang hamba merasakan bahwa ibadah yang dilakukannya ini,
baik shalat, puasa, haji dan shadaqah adalah sebagai waujud ketaatan
dirinya kepada Allah dan guna mengharap keridhaan Allah, dan ibadah ini
sebagai perbuatan yang disenangi oleh Allah dan diridhaiNya dan ibadah
inilah yang akan mendekatkan dirinya kepada Allah swt.
Diriwayatkan
oleh Imam Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah bahwa
Nabi saw bersabda: Sesungguhnya Allah berfirman: Barangsiapa yang
memusuhi hambaKu maka aku telah mengumumkan perang terhadapnya, dan
tidaklah seorang hamba bertaqarrub kepadaku dengan suatu ibadah yang
lebih Aku cintai dari apa yang telah aku wajibkan baginya, dan hambaku
senantisa beribadah kepadaku dengan ibadah-ibadah yang sunnah sehingga
aku mencintainya, maka jika aku mencintainya maka aku menjadi
pendengaran yang dipergunakannya untuk mendengar, menjadi pandangannya
yang dipergunakannya untuk melihat, menjadi tangannya yang dipergunakan
untuk memegang, dan menjadi kaki yang dipergunakan untuk melangkah, jika
dia meminta kepadaku niscaya aku mengasihinya dan jika meminta ampun
kepadaKu niscaya Aku akan mengampuninya dan jika dia berlindung
denganKu niscaya Aku pasti melindunginya, dan tidaklah aku pernah ragu
melakukan sesuatu seperti keraguan diriku mengambil nyawa seorang yang
beriman, dia membenci kematian dan Aku tidak suka berbuat buruk
kepadanya”.[12]
Kelima:
Hendaklah seorang hamba menyadari bahwa semua ibadah yang dilakukannya
ini tidak sia-sia dan tidak akan menghilang, sebagaimana punahnya harta
duniawi, baik harta dan jabatan serta kelezatannya, bahkan seorang hamba
akan merasakan kelezatannya bahkan itulah yang paling dibutuhkannya,
bahkan juga dia akan mendapatkan buahnya di dunia selain dari apa yang
akan disimpankannya baginya oleh Allah di akherat dan itu adalah balasan
yang paling mulia dan besar. Maka barangsiapa yang menyadarinya niscya
dia tidak akan menghiraukan jika gagal meraih dunia dan merasa senang
dengan ibadah yang telah dirasakan manisnya ini. Allah swt berfirman:
وَمَن يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَا يَخَافُ ظُلْمًا وَلَا هَضْمًا
Dan
barang siapa mengerjakan amal-amal yang saleh dan ia dalam keadaan
beriman, maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil
(terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengurangan haknya. QS. Thaha: 112
Diriwayatkan
oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Al-Abbas bin Abdul Muththalib
ra bahwa Nabi saw bersabda: Orang yang akan merasakan ledzatnya
keimanan adalah orang yang rela Allah sebagai Tuhannya, Islam sebagai
agamanya dan Muhammad sebagai Rasul utusan Allah”.[13]
Di
dalam Ashahihaini dari hadits riwayat Abu Hurairah bahwa Nabi saw
bersabda: Barangsiapa yang berinfaq dengan dua pasang di jalan Allah
maka dia akan diseur dari pintu surga: Wahai hamba Allah ini adalah
lebih baik, maka barangsiapa yang termsuk orang yang ahli shalat maka
dia akan dipanggil dari pintu shalat, dan barangsiapa yang termasuk ahli
jihad maka dia akan dipanggil dari pintu-pintu jihad, serta barangsiapa
yang termasuk ahli puasa maka dia akan diseur dari pintu Al-Rayyan, dan
barangsiapa yang termasuk ahli shadaqah maka dia akan dipanggil dari
pintu shadaqah”.[14]
by Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi[1] Al-Wabilus Shayyib minal kalimit Thayyib, halaman: 81
[2] Al-Wabilus Shayyib minal kalimit Thayyib, halaman: 82
[3] Shahih Bukhari 4/284 no: 6941 dan Muslim: 1/66 no:43
[4] Shahih Muslim: 1/67 no: 43
[5] Bagian dari hadits di dalam kitab sunan Tirmidzi: 4/165 no: 1621
[6] Disadur dari kitab: Ladzdzatul Ibadah: halaman: 12
[7] Al-Da’ Wa dawa’: halaman: 104
[8] Tahdzib Madarijus salikin: halaman: 312
[9] Ladzdzatul Ibadah: hal: 18
[10] Sunan Turmudzi: 4/590 no: 2380 dan dia berkata hadits hasan shahih
[11] Al-Da’u Wa Dawa’, halaman: 165-166
[12] Bukhari: 6502
[13] Muslim: 24
[14] Shahih Bukhari : 1897 dan Muslim: 1027